Singbebas

Menyongsong Peran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Sebagai Finansial Advisor Masa Depan

×

Menyongsong Peran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Sebagai Finansial Advisor Masa Depan

Sebarkan artikel ini
Imam Hidayat
Imam Hidayat

KLIKSAMBAS.COM, –Menurut J. Michael Collins dalam bukunya “A Review Of Financial Advice Models And The Take-Up Of Financial Advice”, Finansial Advisor (FA) mengacu pada pakar teknis atau penasihat profesional yang memberikan konseling atau bimbingan profesional yang bekerja dengan client dalam masalah keuangan tertentu, dan membantunya dalam upaya mengatasi permasalahan dalam pengelolaan keuangan yang kompleks atau serius.

Konseling tersebut, berbeda dengan pelatihan yang tidak dirancang untuk membantu client dalam melakukan resolusi krisis keuangan. Berdasarkan pendapat di atas dan dalam konteks keuangan negara, FA dapat didefinisikan sebagai penasehat profesional yang dengan kemampuannya di bidang keuangan negara, memberikan bimbingan kepada stakeholder dalam mengatasi permasalahan pengelolaan keuangan negara di institusinya.

Munculnya peran FA dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan di bidang pengelolaan keuangan negara yang saat ini menimpa satuan kerja di Kementerian/Lembaga/Pemda sebagai mitra kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) baik di sektor perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban atas keuangan negara.

Melalui penelitian yang dilakukan oleh Ismail Saleh dan Yan Rahadian dalam Jurnal Indonesian Treasury Review : “Akar Masalah Tidak Tercapainya Opini WTP: Studi Kasus di Pemerintah Daerah XX”, akar masalah tidak tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Pemda, disebabkan lemahnya struktur organisasi dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Pemda pada penatausahaan keuangan daerah.

Selanjutnya, Staf Ahli Bidang Keuangan Pemerintah Daerah BPK RI Dadang Ahmad Rifa’i dalam kajiannya yang bertajuk “Kajian Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas LKPD: Studi pada Daerah yang Belum Memperoleh Opini WTP”, menyebutkan bahwa terhadap 23 Pemda yang belum memperoleh WTP pada rentang Tahun 2005 s.d. 2022 disebabkan masih belum terdapat perbaikan yang berarti dalam pengelolaan keuangan Pemda yang di antaranya diakibatkan oleh kurang memadainya kualitas kompetensi SDM pengelola keuangan dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah.

Dari data dan fakta yang diperoleh dari penelitian maupun kajian di atas menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan terkait SDM sekaligus menunjukan adanya urgensi akan kebutuhan perbaikan tata kelola keuangan pada Pemda.

Memperhatikan fenomena permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah yang telah diuraikan di atas, fungsi FA dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki dan mengembangkan tata kelola keuangan daerah ke arah yang lebih baik.

Dalam rangka untuk menjalankan fungsi FA tersebut, telah dirumuskan tugas dan fungsi KPPN sebagai FA yaitu sebagai : (1) Central Government Advisory, yaitu Pengembangan tugas dan fungsi KPPN yang berfokus pada advisory pengelolaan anggaran satuan kerja dari sisi perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban yang meliputi pelaksanaan Standardisasi Quality Assurance, Layanan Pengguna, dan Monitoring;

(2) Local Government Advisory, yaitu : Pengembangan tugas dan fungsi KPPN yang berfokus pada advisory pengelolaan anggaran daerah yang meliputi pengelolaan Transfer Ke Daerah, Pengelolaan APBD, dan Sinkronisasi APBN dan APBD melalui pelaksanaan kegiatan Sinkronisasi Anggaran Pusat/Daerah, Layanan Pengguna, dan Monitoring, dan

(3) Special Mission Advisory, yaitu : Pengembangan tugas dan fungsi KPPN yang berfokus pada advisory dalam mendorong kesuksesan program Special Mission yang memiliki jangkauan kewilayahan. Ruang lingkup yang dapat menjadi objek diantaranya Investasi Daerah, Pengembangan Kredit Program (UMKM seperti KUR dan UMi), pengelolaan BLU/BLUD, implementasi Co-Location, pelaksanaan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), dan pelaksanaan Special Mission lainnya sesuai dengan arah kebijakan Kementerian Keuangan.

Dalam mendukung terwujudnya tugas dan fungsi FA tersebut, maka hal penting dan mendasar yang harus diperhatikan adalah kesiapan organisasi terutama unit vertikal Ditjen Perbendaharaan sebagai FA.

Hal ini mengingat bahwa peran instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan yang selama ini mengemban tugas administratif BUN dalam rangka pelaksanaan APBN, akan mengemban tugas baru sebagai FA yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD.

Selain kesiapan penataan organisasi, proses bisnis, hal yang paling mendasar adalah kesiapan kompetensi SDM FA itu sendiri. Dikarenakan FA merupakan peran yang baru, maka diperlukan kesiapan SDM, baik dari fisik, mental maupun kompetensi/pengetahuan.

Kesiapan awal organisasi akan menjadi titik tolak implementasi FA. FA diharapkan dapat memberikan layanan yang profesional, efektif dan efisien yang sejalan dengan tujuan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.

Oleh karena itu, penerapan FA perlu didukung oleh tiga pilar yang juga menjadi basis reformasi birokrasi, yaitu: organisasi, proses bisnis, dan SDM.

Dari sisi organisasi, penerapan FA melalui shadow organization pada instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan telah dibentuk dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-2/PB/2023 untuk tingkat Kanwil Ditjen Perbendaharaan, dan Nomor KEP-3/PB/2023 untuk tingkat KPPN.

Isu yang menjadi latar belakang penataan organisasi melalui konsep shadow organization di antaranya adalah penguatan hubungan keuangan pusat dan daerah dan otonomi khusus Papua, serta peningkatan peran sebagai FA.

Adapun peran strategis Ditjen Perbendaharaan dalam konsep shadow organization terdiri dari Treasurer, Regional Chief Economist dan FA. Berdasarkan keputusan tersebut, FA pada tingkat KPPN di daerah, dilaksanakan oleh Local Government Advisory Team pada Financial Advisory Division.

Selain penguatan organisasi secara internal, perlu dibangun pula penguatan secara external khususnya hubungan dengan pemerintah daerah.

Menjalin hubungan dengan Pemda di antaranya dapat dilakukan dengan melalui: memperkenalkan FA kepada Pemda melalui forum-forum lintas kelembagaan; dan menuangkannya di dalam Memorandum of Understanding (MOU) antara perwakilan Ditjen Perbendaharaan di daerah dan pimpinan daerah.

Dari sisi proses bisnis yang dibangun dalam rangka implementasi FA harus memberikan kejelasan dan disusun dengan standar layanan yang bertujuan untuk meningkatkan layanan dengan kepastian pada setiap tahapan prosesnya.

Dalam penyusunan proses bisnis, perlu dilakukan analisis dan evaluasi untuk setiap jabatan, Standard Operating Procedur (SOP) yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif, termasuk memperhatikan beban kerja, keterlibatan SDM, dan norma waktu.

Dalam penerapan tugas baru sebagai FA dalam konsep shadow organization, perlu dilakukan penyelarasan struktur organisasi dengan berbagai kebutuhan dan tantangan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Komponen organisasi yang terdampak paling besar dari adanya perubahan adalah SDM.

Dalam menghadapi perubahan yang dilakukan oleh organisasi, pegawai harus melakukan berbagai penyesuaian dari keadaan semula ke keadaan yang baru, terutama terhadap hal-hal yang relatif masih belum banyak diketahui.

Fungsi FA Ditjen Perbendaharaan kepada Pemda dalam pelaksanaan APBD, misalnya, merupakan hal yang relatif baru dan berbeda, mengingat selama ini instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan umumnya mengerjakan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN sebagai Kuasa BUN.

Terdapat dua hal penting yang perlu dipertimbangkan menyangkut kesiapan pegawai atas suatu perubahan, yaitu aspek kompetensi pekerjaan dan aspek psikologis.

Dari sisi kompetensi kerja, pegawai yang memiliki kesiapan kerja yang tinggi mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan, baik di bawah pengawasan atau tidak.

Dalam konteks sebagai FA Ditjen Perbendaharaan, maka diperlukan pengetahuan terkait teknis pekerjaan atau hardcompetency yaitu setidaknya pengetahuan tentang: Hukum Keuangan Negara; Perbendaharaan Negara; Penerimaan dan pengeluaran negara; Pengelolaan kas; Special mission (pengelolaan keuangan BLU, manajemen investasi, pinjaman daerah, kredit program, dll); Kerugian negara; Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara; tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan negara.

Dalam mengembangkan berbagai hardcompetency FA di atas, maka dapat dilakukan upaya melalui pendidikan, pelatihan, Forum Grup Discussion, sosialisasi, dll.

Kemudian dari kesiapan psikologis, pegawai yang akan menjalankan tugas sebagai FA harus memiliki motivasi diri dan keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan hasil yang optimal.

Dengan kesiapan psikologis, pegawai akan mampu beradaptasi dengan setiap perubahan dan termotivasi untuk terus mengembangkan kompetensinya.

Agar organisasi dapat menyusun strategi yang tepat dalam mendukung dan meningkatkan kesiapan pegawai, baik kesiapan kerja maupun psikologis untuk dapat menjalankan penugasan yang baru sebagai FA, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap tingkat kesiapan pegawai, termasuk pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya.

Identifikasi kesiapan tersebut dapat dilakukan melalui survey kesiapan pegawai (readiness).  Hasil survey tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut untuk diambil langkah-langkah atau strategi dalam mengoptimalkan kesiapan pegawai.

Dari hasil identifikasi kesiapan hardcompetency, dapat diketahui pengetahuan terkait teknis pekerjaan apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan hardcompetency pegawai sebagai FA Ditjen Perbendaharaan.

Sedangkan berdasarkan hasil analisis kesiapan psikologis (softcompetency), dapat diketahui faktor-faktor apa saja dalam organisasi yang perlu ditingkatkan dalam rangka mengoptimalkan kesiapan pegawai sebagai FA.

Penulis: Imam Hidayat dari KPPN Singkawang